I.
PENDAHULUAN
Perhatian
pemerintah terhadap kehidupan rakyatnya sangat diperlukan, karena rakyat
merupakan salah satu komponen berdirinya suatu Negara. Bagi Indonesia, rakyat
bukan hanya sebagai indikator keberadaan negara, tetapi juga merupakan penegak
kedaulatan yang menduduki tempat paling tinggi dalam konstitusi. Belum
optimalnya keberhasilan pembangunan ekonomi dari rezim ke rezim yang lain
nampaknya tidak terlepas dari konsepsi dasar pembangunan yang belum sepenuhnya
mengutamakan kepentingan pemberdayaan ekonomi rakyat. Indikator dari kondisi
tersebut antara lain terlihat dari semakin menyurutnya peranan koperasi dalam
pembangunan ekonomi, bahkan sebagian ekonom sekarang malah mempertanyakan
apakah koperasi merupakan alternatif kelembagaan uuntuk memberdayakan UMKM,
atau hanya merupakan salah satu solusi.
Banyak
kegiatan yang dilakukan oleh koperasi belum mencapai keberhasilan seperti yang
dilakukan oleh badan usaha lainnya, tetapi dalam hal ini perlu dipertimbangkan
juga banyaknya faktor yang dapat mendorong atau menghambat kegiatan usaha
koperasi, Faktor-faktor tersebut antara lain, sebagian pengelola koperasi belum
memiliki kepekaan bisnis (sense of bisnis), karena pada awalnya mereka memang
bukan orang-orang profesional. Demikian juga jaringan bisnis koperasi dapat
dikatakan hampir tidak berperan, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan
kondisi lingkungan ekonomi dan profesionalisme. Demikian juga faktor lingkungan
(eksternal) yang berkaitan dengan masalah kebijaksanaan pemerintah, serta
lingkungan usaha ekonomi yang dibangun oleh banyak pelaku usaha lainnya, tidak
dapat diharapkan berperan untuk mendukung keberhasilan koperasi. Masalah kedua
yang dihadapi koperasi adalah dalam membangun partisipasi anggota koperasinya.
Masalah
kedua yang dihadapi koperasi adalah dalam membangun partisipasi anggota
koperasinya. Dalam hal ini banyak pakar antara lain Nasution 1991 yang
mengatakan “Berikan kebutuhan yang paling diperlukan oleh anggota”. Azas one
man one fote yang menjadi slogan koperasi belum menjadi daya tarik bagi
masyarakat untuk masuk menjadi anggota koperasi. Demikian juga asas yang
merupakan prinsip dasar koperasi ini, belum dapat dipahami oleh sebagian besar
anggota koperasi dengan tingkat kesejahteraan, dan pendidikan masih rendah,
serta lingkungan sosial budaya masih kurang.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Menurut
Anoraga dan H. Djoko Sudantoko (2002:1), Koperasi berasal dari kata “co” yang
berarti bersama, dan “operation” yang mengandung makna bekerja. Jadi, secara
leksikologis koperasi bermakna sebagai suatu perkumpulan kerjasama yang
beranggotakan orang-orang maupun badan-badan, dimana ia memberikan kebebasan
untuk keluar dan masuk sebagai anggotanya.
III.
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
Pengaruh
Kualitas Sumber Daya Manusia Pengelola Koperas Terhadap Perkembangan Koperasi
Unit Desa di Kabupaten Nias
Oleh
:
Atozisochi
Daeli, Amru Nasution, Matias Siagian
Jurnal
Studi Pembangunan, April 2006, Volume 1, Nomor 2
Pengertian
Koperasi menurut Undang-Undang Koperasi No. 25 tahun 1992 adalah Badan Usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan pronsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas asa kekeluargaan. Dalam undang-undang ini diatur
prinsip-prinsip koperasi, yaitu:
1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2) Pengeolaan dilakukan secara demokratis
3) Pembangian sisa hasil usaha dilakukan
secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
4) Pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal
5) Kemandirian
6) Pendidikan perkoperasian
7) Kerjasama antarkoperasi
Di
Indonesia ada dua bentuk koperasi, yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya adalah orang-orang yang
memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan ia melaksanakan kegiatan usahanya
dengan langsung melayani para anggotanya. Contoh koperasi primer ini adalah
Koperasi Unit Desa. Sedangkan koperasi sekunder adalah semua koperasi yang
didirikan dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi sekunder. Dalam
hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan seperti yang
selama ini dikenal sebagai pusat, gabungan, dan induk, maka jumlah tingkatan
maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang bersangkutan. Koperasi
sekunder ini misalnya adalah pusat atau induk KUD (PUSKUD/INKUD).
Untuk
konteks Indonesia, pembagian koperasi didasarkan pada kebutuhan nyata
masyarakat. Secara umum ada lima klasifikasi koperasi, yakni :
1) Koperasi Konsumsi
2) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi
Kredit
3) Koperasi Produksi
4) Koperasi Jasa
5) Koperasi Serba Usaha
Perdebatan
tentang kemampuan koperasi sebagai salah satu institusi yang mampu mendongrak
keterpurukan perekonomian rakyat, masih tetap berlangsung hingga saat ini.
Perdebatan itu melibatkan banyak pihak, baik dari pemerhati maupun praktisi
koperasi di Indonesia.
Terlepas
dari perdebatan yang terjadi, keberadaan dan kewajiban untuk pembangunan
koperasi di Indonesia sudah merupakan amanat konstitusi dalam pasal 33 UUD
1945, sehingga tidak ada satu alasan yang cukup kuat untuk mengabaikan
keberadaan dan perkembangan koperasi. Disamping itu, perkembangan koperasi di
Indonesia secara kuantitas sebenarnya cukup menggembirakan, seperti terlihat
pada data Rencana Strategis Pembangunan Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menegah
(2000), bahwa pada periode 1997-1999 jumlah koperasi yang berbadan hukum dan
aktif, dan jumlah anggota koperasi yang aktif meningkat, begitu juga dengan
aset koperasi juga mengalami peningkatan.
Beberapa
tahun belakangan ini, terutama pada masa era reformasi dan diberlakukannya
otonomi daerah, perhatian terhadap gerakan pembangunan koperasi semakin tinggi.
Salah satu contoh adalah konsep ekonomi kerakyatan dijadikan sebagai
argumentasi utama dalam Program Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menegah
pada tahun anggaran 2001 (Inventarisasi Mekanisme Pengelolaan Koperasi dan UKM
Berdasarkan Potensi dan Peluang Usaha di Kabupaten Nias Tahun 2001).
Setelah
melihat dari pendidikan dan perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui
jalur pendidikan non formal dan informal, maka dapat diketahui kualitas sumber
daya manusia responden yang dibagi dalam tiga kategori yaitu, rendah, sedang,
dan tinggi. Pembagian kategori kualitas sumber daya manusia tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas responden tergolong pada kualitas sumber daya
manusia yang rendah yaitu sekitar 60 persen, sedangkan kategori sedang dan
tinggi masing-masing sebesar 20 persen.
Karakteristik
penting untuk melihat perkembangan koperasi unit desa adalah dari jumlah
anggota, volume usaha dan sisa hasil usaha. Artinya, semakin besar jumlah
anggota, volume usaha dan sisa hasil usaha, maka koperasi tersebut dapat
dikatakan semakin berkembang. Dari 7 koperasi unit desa yang dijadikan sampel,
ternyata hanya satu KUD yang memiliki jumlah anggota di atas 500 orang, yakni
KUD Temani. Tiga KUD yakni, KUD Serasih, Swadaya dan Masa Karya memiliki jumlah
anggota antara 100 hingga 150 orang. Jumlah anggota yang dibawah hingga 100
orang terdapat pada KUD Sinar Pagi, Sarunehe dana Harapan.
Dalam
tiga tahun terakhir, yakni 2001 sampai 2003, sebagian besar KUD tersebut
mengalami perkembangan yang relatif lamban. Selain itu, terdapat perubahan
jumlah anggota yang hanya terjadi pada satu KUD, yakni KUD Temani yang
mengalami pengurangan jumlah anggota. Sedangkan enam KUD lainnya tidak
mengalami perubahan jumlah anggota. Dalam kurun waktu tersebut, hanya KUD
Temani yang mengalami perkembangan yang dilihat dari volume usahanya dan sisa
hasil usahanya, sedangkan KUD lainnya tampaknya tidak mengalami perkembangan
yang berarti. Perbedaan perkembangan KUD Temani dibandingkan dengan KUD
lainnya, kemungkinan berhubungan dengan faktor-faktor yang dalam penelitian ini
diduga berasal dari faktor sumber daya manusia pengelolanya. Namun demikian,
tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lainnya.
Oleh
karena itu, orientasi aktivitas KUD lebih banyak diarahkan pada perpanjangan
tangan pemerintah yang menuntut kemampuan dan kehandalan dalam melakukan
negosiasi dan pendekatan-pendekatan secara interpersonal maupun formal seperti
penyusunan proposal, penyediaan data-data dan dokumen yang dapat memenuhi
kriteria pihak pemerintah dalam rangka melakukan evaluasi dan monitoring,
seperti yang diutarakan oleh salah satu seorang key informan berikut :
Kasus
KUD Temani di atas, kemungkinan dapat menjelaskan mengapa variabel dukungan
pemerintah merupakan salah satu faktor dari variabel perkembangan KUD.
Penjelasan yang sama juga berlaku untuk menjelaskan dukungan instansi swasta
terhadap perkembangan KUD, karena ternyata dalam realisasi program-program
pemerintah, baik yang bersifat bantuan modal usaha, bantuan pembinaan manajemen
dan sebagainya, semuanya melibatkan peran instansi swasta. Jleas pola usaha
seperti ini menuntut adanya kualitas sumber daya manusia yang memadai, sebab
jika tidak, maka dapat dipastikan koperasi unit desa tidak akan mampu menjalin
hubungan kerjasama atau kemitraan dengan institusi-institusi lain, baik
pemerintah maupun swasta.
KESIMPULAN
Koperasi Unit desa (KUD) merupakan salah satu pilar
perekonomian yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian nasional.
Namun sejak dikeluarkan Inpres No. 18 tahun 1998, KUD tidak lagi menjadi
koperasi tunggal di tingkat kecamatan. Program-program pemerintah untuk membangun
masyarkat pedesaan, seperti distribusi pupuk, benih, dan pengadaan gabah, yang
awalanya dilakukan melalui KUD selanjutnya diserahkan pada mekanisme pasar. Hal
inilah yang kemudian mengakibatkan lebih dari 5.400 KUD di Indonesia secara
umum mengalami penurunan kinerja dan tidak sedikit yang hanya tinggal papan
nama. Meskipun demikian, tidak sedikit pula KUD yang bertahan, bahkan
berkembang.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar