Senin, 03 November 2014

analisis jurnal ekonomi koperasi

I.                  PENDAHULUAN
            Perhatian pemerintah terhadap kehidupan rakyatnya sangat diperlukan, karena rakyat merupakan salah satu komponen berdirinya suatu Negara. Bagi Indonesia, rakyat bukan hanya sebagai indikator keberadaan negara, tetapi juga merupakan penegak kedaulatan yang menduduki tempat paling tinggi dalam konstitusi. Belum optimalnya keberhasilan pembangunan ekonomi dari rezim ke rezim yang lain nampaknya tidak terlepas dari konsepsi dasar pembangunan yang belum sepenuhnya mengutamakan kepentingan pemberdayaan ekonomi rakyat. Indikator dari kondisi tersebut antara lain terlihat dari semakin menyurutnya peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi, bahkan sebagian ekonom sekarang malah mempertanyakan apakah koperasi merupakan alternatif kelembagaan uuntuk memberdayakan UMKM, atau hanya merupakan salah satu solusi.
Banyak kegiatan yang dilakukan oleh koperasi belum mencapai keberhasilan seperti yang dilakukan oleh badan usaha lainnya, tetapi dalam hal ini perlu dipertimbangkan juga banyaknya faktor yang dapat mendorong atau menghambat kegiatan usaha koperasi, Faktor-faktor tersebut antara lain, sebagian pengelola koperasi belum memiliki kepekaan bisnis (sense of bisnis), karena pada awalnya mereka memang bukan orang-orang profesional. Demikian juga jaringan bisnis koperasi dapat dikatakan hampir tidak berperan, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi lingkungan ekonomi dan profesionalisme. Demikian juga faktor lingkungan (eksternal) yang berkaitan dengan masalah kebijaksanaan pemerintah, serta lingkungan usaha ekonomi yang dibangun oleh banyak pelaku usaha lainnya, tidak dapat diharapkan berperan untuk mendukung keberhasilan koperasi. Masalah kedua yang dihadapi koperasi adalah dalam membangun partisipasi anggota koperasinya.
Masalah kedua yang dihadapi koperasi adalah dalam membangun partisipasi anggota koperasinya. Dalam hal ini banyak pakar antara lain Nasution 1991 yang mengatakan “Berikan kebutuhan yang paling diperlukan oleh anggota”. Azas one man one fote yang menjadi slogan koperasi belum menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk masuk menjadi anggota koperasi. Demikian juga asas yang merupakan prinsip dasar koperasi ini, belum dapat dipahami oleh sebagian besar anggota koperasi dengan tingkat kesejahteraan, dan pendidikan masih rendah, serta lingkungan sosial budaya masih kurang.
II.               TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Anoraga dan H. Djoko Sudantoko (2002:1), Koperasi berasal dari kata “co” yang berarti bersama, dan “operation” yang mengandung makna bekerja. Jadi, secara leksikologis koperasi bermakna sebagai suatu perkumpulan kerjasama yang beranggotakan orang-orang maupun badan-badan, dimana ia memberikan kebebasan untuk keluar dan masuk sebagai anggotanya.
III.           ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Pengelola Koperas Terhadap Perkembangan Koperasi Unit Desa di Kabupaten Nias
Oleh :
Atozisochi Daeli, Amru Nasution, Matias Siagian
Jurnal Studi Pembangunan, April 2006, Volume 1, Nomor 2
Pengertian Koperasi menurut Undang-Undang Koperasi No. 25 tahun 1992 adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan pronsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asa kekeluargaan. Dalam undang-undang ini diatur prinsip-prinsip koperasi, yaitu:
1)      Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2)      Pengeolaan dilakukan secara demokratis
3)      Pembangian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
4)      Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5)      Kemandirian
6)      Pendidikan perkoperasian
7)      Kerjasama antarkoperasi
Di Indonesia ada dua bentuk koperasi, yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya adalah orang-orang yang memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan ia melaksanakan kegiatan usahanya dengan langsung melayani para anggotanya. Contoh koperasi primer ini adalah Koperasi Unit Desa. Sedangkan koperasi sekunder adalah semua koperasi yang didirikan dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi sekunder. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, gabungan, dan induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang bersangkutan. Koperasi sekunder ini misalnya adalah pusat atau induk KUD (PUSKUD/INKUD).
Untuk konteks Indonesia, pembagian koperasi didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat. Secara umum ada lima klasifikasi koperasi, yakni :
1)      Koperasi Konsumsi
2)      Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit
3)      Koperasi Produksi
4)      Koperasi Jasa
5)      Koperasi Serba Usaha
Perdebatan tentang kemampuan koperasi sebagai salah satu institusi yang mampu mendongrak keterpurukan perekonomian rakyat, masih tetap berlangsung hingga saat ini. Perdebatan itu melibatkan banyak pihak, baik dari pemerhati maupun praktisi koperasi di Indonesia.
Terlepas dari perdebatan yang terjadi, keberadaan dan kewajiban untuk pembangunan koperasi di Indonesia sudah merupakan amanat konstitusi dalam pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak ada satu alasan yang cukup kuat untuk mengabaikan keberadaan dan perkembangan koperasi. Disamping itu, perkembangan koperasi di Indonesia secara kuantitas sebenarnya cukup menggembirakan, seperti terlihat pada data Rencana Strategis Pembangunan Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menegah (2000), bahwa pada periode 1997-1999 jumlah koperasi yang berbadan hukum dan aktif, dan jumlah anggota koperasi yang aktif meningkat, begitu juga dengan aset koperasi juga mengalami peningkatan.
Beberapa tahun belakangan ini, terutama pada masa era reformasi dan diberlakukannya otonomi daerah, perhatian terhadap gerakan pembangunan koperasi semakin tinggi. Salah satu contoh adalah konsep ekonomi kerakyatan dijadikan sebagai argumentasi utama dalam Program Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menegah pada tahun anggaran 2001 (Inventarisasi Mekanisme Pengelolaan Koperasi dan UKM Berdasarkan Potensi dan Peluang Usaha di Kabupaten Nias Tahun 2001).
Setelah melihat dari pendidikan dan perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui jalur pendidikan non formal dan informal, maka dapat diketahui kualitas sumber daya manusia responden yang dibagi dalam tiga kategori yaitu, rendah, sedang, dan tinggi. Pembagian kategori kualitas sumber daya manusia tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden tergolong pada kualitas sumber daya manusia yang rendah yaitu sekitar 60 persen, sedangkan kategori sedang dan tinggi masing-masing sebesar 20 persen.
Karakteristik penting untuk melihat perkembangan koperasi unit desa adalah dari jumlah anggota, volume usaha dan sisa hasil usaha. Artinya, semakin besar jumlah anggota, volume usaha dan sisa hasil usaha, maka koperasi tersebut dapat dikatakan semakin berkembang. Dari 7 koperasi unit desa yang dijadikan sampel, ternyata hanya satu KUD yang memiliki jumlah anggota di atas 500 orang, yakni KUD Temani. Tiga KUD yakni, KUD Serasih, Swadaya dan Masa Karya memiliki jumlah anggota antara 100 hingga 150 orang. Jumlah anggota yang dibawah hingga 100 orang terdapat pada KUD Sinar Pagi, Sarunehe dana Harapan.
Dalam tiga tahun terakhir, yakni 2001 sampai 2003, sebagian besar KUD tersebut mengalami perkembangan yang relatif lamban. Selain itu, terdapat perubahan jumlah anggota yang hanya terjadi pada satu KUD, yakni KUD Temani yang mengalami pengurangan jumlah anggota. Sedangkan enam KUD lainnya tidak mengalami perubahan jumlah anggota. Dalam kurun waktu tersebut, hanya KUD Temani yang mengalami perkembangan yang dilihat dari volume usahanya dan sisa hasil usahanya, sedangkan KUD lainnya tampaknya tidak mengalami perkembangan yang berarti. Perbedaan perkembangan KUD Temani dibandingkan dengan KUD lainnya, kemungkinan berhubungan dengan faktor-faktor yang dalam penelitian ini diduga berasal dari faktor sumber daya manusia pengelolanya. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lainnya.
Oleh karena itu, orientasi aktivitas KUD lebih banyak diarahkan pada perpanjangan tangan pemerintah yang menuntut kemampuan dan kehandalan dalam melakukan negosiasi dan pendekatan-pendekatan secara interpersonal maupun formal seperti penyusunan proposal, penyediaan data-data dan dokumen yang dapat memenuhi kriteria pihak pemerintah dalam rangka melakukan evaluasi dan monitoring, seperti yang diutarakan oleh salah satu seorang key informan berikut :
Kasus KUD Temani di atas, kemungkinan dapat menjelaskan mengapa variabel dukungan pemerintah merupakan salah satu faktor dari variabel perkembangan KUD. Penjelasan yang sama juga berlaku untuk menjelaskan dukungan instansi swasta terhadap perkembangan KUD, karena ternyata dalam realisasi program-program pemerintah, baik yang bersifat bantuan modal usaha, bantuan pembinaan manajemen dan sebagainya, semuanya melibatkan peran instansi swasta. Jleas pola usaha seperti ini menuntut adanya kualitas sumber daya manusia yang memadai, sebab jika tidak, maka dapat dipastikan koperasi unit desa tidak akan mampu menjalin hubungan kerjasama atau kemitraan dengan institusi-institusi lain, baik pemerintah maupun swasta.
KESIMPULAN
Koperasi Unit desa (KUD) merupakan salah satu pilar perekonomian yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Namun sejak dikeluarkan Inpres No. 18 tahun 1998, KUD tidak lagi menjadi koperasi tunggal di tingkat kecamatan. Program-program pemerintah untuk membangun masyarkat pedesaan, seperti distribusi pupuk, benih, dan pengadaan gabah, yang awalanya dilakukan melalui KUD selanjutnya diserahkan pada mekanisme pasar. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan lebih dari 5.400 KUD di Indonesia secara umum mengalami penurunan kinerja dan tidak sedikit yang hanya tinggal papan nama. Meskipun demikian, tidak sedikit pula KUD yang bertahan, bahkan berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar