LATAR BELAKANG
Koperasi sebagai
salah satu unit ekonomi yang didasarkan atas asas kekeluargaan dewasa ini telah
mengalami perkembangan yang pesat .Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Eksistensi koperasi sejak zaman dulu sampai sekarang telah banyak berperan
dalam pembangunan khususnya di Indonesia dan umumnya di dunia.
Sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang menyatukan kaum ekonomi lemah ,koperasi telah membantu
membangun ekonomi negara – negara di dunia baik negara maju maupun negara
berkembang. Bahkan sekarang koperasi di negara – negara maju tidak hanya
sebagai unit ekonomi kecil lagi tetapi sudah berkembang menjadi unit ekonomi
yang besar, strategis dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan skala
besar.
Begitupun di
Indonesia, koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar
dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang
Rumusan masalah
1. Apa saja permasalahn koperasi di
Indonesia ?
2. Apa alternative solusi dan pemecahannya ?
LANDASAN TEORI
Keberadaan
koperasi di Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun
1992. Pada penjelasan UUD 1945 pasal 33 ayat (1), koperasi berkedudukan sebagai
“soko guru perekonomian nasional” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan dalam UU No. 25 Tahun
1992, menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian koperasi di atas, menunjukkan
bahwa koperasi di Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk
perusahaan yang mempunyai asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga
dipandang sebagai alat untuk membangun sistem perekonomian Indonesia. Koperasi
diharapkan dapat mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan demokrasi
ekonomi yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
PEMBAHASAN
Permasalahan
Makroekonomi (Ekonomi Politik).
Tidak banyak
negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari
sedikit negara tersebut. Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam
pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk
memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka koperasi tumbuh dari bawah
(bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif
dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu Depkop tidak tumbuh dari
bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Depkop
adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu, lantas dalam menjalankan
operasinya, Depkop tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam
pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat
sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu
tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar
timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam
hal ini khususnya koperasi.
Hal lain yang
menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih
terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk
“membina” gerakan koperasi. Penulis sungguh tidak mengerti mengapa istilah
“membina” tersebut sangat digemari oleh para pejabat pemerintahan. Sekali lagi,
koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk
memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma)
“membina” sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu “dibina”,
apalagi dengan fakta bahwa “pembinaan” pemerintah selama ini tidak efektif.
Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses
memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).
Permasalahan
Mikroekonomi.
· Masalah Input.
Dalam
menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk
memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah
modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini
adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh
modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh
dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat
bertahan dalam kompetisi.
Pada sisi input
sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas
manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk
memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.
· Masalah Output.
Dalam hal
kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif
kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan
permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia). Koperasi (dan usaha kecil
serta menengah/UKM) dalam menentukan output tidak didahului riset perihal
sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya.
Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki
keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan.
· Masalah Distribusi, Pemasaran dan
Promosi (Bisnis).
Koperasi
mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang dihasilkannya
tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak memiliki kemampuan
untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya tidak mampu untuk
meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis menjalankan kegiatan
usahanya.
Peranan
pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk menyediakan sarana distribusi yang
memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah itu, sekali lagi, tetap harus dalam
pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat, sehingga jangan melakukan
upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan sarana bentukan
pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena keterbatasan input
modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan promosi (promotion).
Karena itu, selaras dengan mapping product seperti diuraikan diatas, pemerintah
melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari
daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat dikenal dan permintaan
potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan efektif (effective
demand).
SOLUSI MASALAH
Koperasi
memiliki peluang seiring dengan krisis yang terjadi di Indonesia dan Asia pada
umumnya. Kegagalan industri besar untuk menghasilkan pembangunan yang
brkelanjutan, memberikan peluang bagi koperasi untuk menyatakan dirinya sebagai
fundamental perekonomian. Untuk menggapai peluang itu dan menempatkan kembali
koperasi sebagai “soko guru” diperlukan perubahan radikal (mengubah dari akar
masalah) dan komprehensif.
Yang harus
dibenahi segera adalah pertama, reorientasi dan reorganisasi koperasi. Koperasi
diorientasi dan diorganisasikan sebagai bangun perusahaan yang profesional.
Koperasi harus berdiri tegak sebagai bengun perusahaan yang mandiri dan
efisien. Kedua, reaktualisasi peranan pemerintah, seperti disebutkan pada
uraian sebelumnya. Koperasi jangan lagi dieksploitasi menjadi jargon politik
kepentingan. Ketiga, pembenahan sestem ekonomi Indonesia sehingga kembali pada
cita-cita didirikannya negara Republik Indonesia. Sistem, praktik dan
peraturan-peraturan yang berjiwa kapitalistik-liberal-perkoncoan, harus segera
diganti dan di-Pasal 33-kan, sehingga memberikan keleluasaan bagi koperasi dan
unit usaha ekonomi rakyat lainnya dapat berkembang dan tidak ditindas oleh unit
usaha yang besar dan kuat. dengan masih kurangnya peranan koperasi terhadap
anggota maka perlu dilakukan upaya peningkatan peran aktif pengurus dan
anggota, terutama peningkatan keterampilan dan kemampuan manajerial pengurus
serta jiwa wirausaha pengurus dan anggota.
Daftar Pustaka
Wilson,I.2000.The
New Rules: Ethics, Social Responbility and Strategy.Journal of Leadership and
Strategy Vol.28.No 3.2000 pp 12-16.
Kaputra,D.1996.
Strategi Pemasaran di Koperasi Unit Desa (KUD), Minasari Pangandaran.